Garuda Pancasila adalah lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Garuda Pancasila digambarkan dengan seekor burung dengan
sayap terbuka dengan gambar tameng berbentuk hati didada burung berisikan
sila-sila pancasila, sementara kaki mencengkeram pita bertuliskan Bhineka
Tunggal Ika. Lambang ini pertama kali dikenalkan ke khalayak umum pada tanggal
15 Februari 1950 oleh Presiden Soekarno tepatnya di hotel Des Indes Jakarta.
Sebelum menginjak proses mengenai penggunaan Garuda Pancasila menjadi lambang Nagara, mari sedikit kita mengenal Sosok burung yang kita sebut burung garuda ini,
Sebelum menginjak proses mengenai penggunaan Garuda Pancasila menjadi lambang Nagara, mari sedikit kita mengenal Sosok burung yang kita sebut burung garuda ini,
Garuda
Garuda, adalah sosok kendaraan (wahana) Wishnu yang berwujud seekor burung, hal ini bisa dilihat di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila.
Pancasila
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :
> Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni
1945
> Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18
> Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18
Agustus ` 1945
> Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia
Serikat - tanggal 27 Desember 1949
> Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara
- tanggal 15 Agustus 1950
> Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan
Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli
1959)
Garuda Pancasila Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia
1945-1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui
Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu
Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950
dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator
Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis
Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir,
dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan
rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Rancangan awal Garuda
Pancasila oleh Sultan Hamid II masih menampilkan bentuk tradisional Garuda yang
bertubuh manusia.
Setelah rancangan terpilih, dialog
intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana
Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan
itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula
adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan
"Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang
negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar
burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap
terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Garuda Pancasila yang
diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, masih tanpa jambul dan posisi
cakar di belakang pita.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Patung besar Garuda
Pancasila, terpasang di Ruang Kemerdekaan
Deskripsi dan arti filosofi
Garuda
Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan.
Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
> 17 helai bulu pada masing-masing sayap
> 8 helai bulu pada ekor
> 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
> 45 helai bulu di leher
Perisai
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam.
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut:
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya
di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang
bersudut lima berlatar hitam;
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian
kiri bawah perisai berlatar merah;
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih;
4. .Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan
kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar
merah; dan
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan
bawah perisai berlatar putih.
Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
sumber referensi:
http://id.wikipedia.org
UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035)
Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
sumber referensi:
http://id.wikipedia.org
UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar